Ini adalah tulisan yang dikirim melalui forum komentar pembaca, semoga bermanfaat bagi yang ragu dengan keputusan PKS memilih SBY-Boediono
Assalamualaikum Wr. Wb.
Saya membutuhkan cukup waktu untuk bisa memahami alasan DPP PKS memilih tetap berkoalisi dengan SBY-Boediono. Itu, karena tadinya saya mengharapkan dan menyangka PKS akan memilih JK. Namun, setelah jelas sikap DPP sedikit-demi-sedikit saya menemukan jawabannya. Semoga apa yang saya fahami ini tidak semuanya salah.
Pertama, PKS bukan satu-satunya partai Islam yang memilih SBY. Disana ada koalisi seluruh partai Islam dan berbasis massa Islam yaitu PKB, PPP dan PAN. Jadi, ini kemaslahatan pertama yaitu mendahulukan koalisi partai Islam dibanding koalisi sekuler termasuk yang mendukung JK. Mana yang harus kita utamakan, kumpulan partai Islamis atau koalisi partai sekuler?
Kedua, kalau misalnya JK berasal dari partai Islam, atau ada indikasi meyakinkan dia mendukung Islam, misalnya memiliki keberpihakan dalam kasus Ahmadiyah, RUU APP, terorisme Islam dan lain-lain yang ada kepentingan Islam disana, saya setuju pilihan JK disebut sesuai dengan syariah Islam. Kalau indikasinya “hanya” jilbab istrinya dan shalat di masjid Sunda Kelapa karena mau jadi capres, itu tidak cukup. Kenapa? Dulu, waktu ribut majalah Playboy di Indonesia , saya ingat betul JK bilang, ”Bagaimana caranya menghentikan Playboy? Kita tidak punya instrumennya…”. JK terus terang menolak menghentikan Playboy. Lalu, apa artinya JK yang menjilbabi istrinya tapi tidak bisa mencegah anak-anak bangsa dinegeri Islam terbesar ditelanjangi oleh Playboy? Tentu saja, terbitnya ikon porno itu kini bukan sepenuhnya salah JK. Tapi, dimanakah aspek kesyariahan JK dengan komentar dia itu? FPI tanpa menggunakan perangkat hukumpun sanggup mengusir Playboy dari Jakarta dan membuat umat Islam sadar tentang bahaya majalah bugil itu dibanding JK. Saya tidak menyalahkan bagi yang mau memilih JK dan semoga JK ingat masjid tidak hanya karena mau jadi capres. Tapi, untuk mengatakan bahwa JK lebih sesuai dengan syariah Islam, kita butuh indikasi yang lebih banyak dan komprehensif. Baik SBY, JK apalagi Mega, tidak ada yang syar’i. Saya kira, kita harus lebih berhati-hati melegitimasi sesuatu dengan predikat syar’i. Ini harus diklarifikasi agar tidak muncul anggapan PKS melarang memilih sesuai dengan syariah Islam…
Ketiga, ini adalah alasan paling penting. Keputusan memilih SBY dibuat melalui proses Syura. Apa artinya Syura? Artinya, ada 99 kader terbaik PKS yang duduk bersama untuk mengkaji dari segi syariah, politik, ekonomi, kebudayaan dan lain-lain dengan dukungan kepakaran, data, survey, analisa, pengalaman dan sistem untuk menetapkan dukungan terhadap SBY. Keputusan ini dikokohkan kembali dengan keputusan pakar-pakar Islam di Dewan Syariah. Dengan begitu, kesalahan makin mantap diminalisir. Jika kita hendak menolak keputusan syura ini, sepatutnya kita juga mendasarinya dengan kapasitas lebih tinggi atau setingkat. Jika hanya pertimbangan individu, saya khawatir disana ada lebih banyak yang kita tidak tahu daripada yang kita tahu. Kita perlu bertanggungjawab dalam pilihan kita, sebab itu semua akan dimintakan pertanggungjawaban kita di mahkamah Allah pada yaumil akhir nanti.
Ijinkan saya bertanya, saat kita menolak SBY dan memilih JK : sudahkah kita melakukannya—misalkan dengan — proses pengumpulan sample data, survey, penelitian mendalam, analisa komprehensif dengan fikiran dan hati tenang-jernih tanpa emosi, pengkajian kaedah-kaedah fiqih siyasi yang diiringi shalat tahajjud, shalat istikharah dan munajat kepada Allah seperti yang dilakukan oleh Majlis Syura dan Dewan Syariah PKS? Jangan-jangan kita hanya merujuk berdasar berita dan rumor di mass media dan fikiran selintas saja? Obrolan di kantor? Apakah semua isi mass media dan imej JK yang dikarang tim suksesnya itu sesuai dengan kenyataan? Siapa yang menjamin? Dapatkah itu menyamai kualitas data, pengalaman politik dan kapasitas 99 anggota Majlis Syura? Kalaupun kita sudah melakukan itu semua, paling tinggi, itukan kita lakukan sendirian…Bisakah kapasitas dan analisa kita menyamai 99 anggota Majlis Syura plus Dewan Syariah? Pantas saja, Allah menyuruh kita menggunakan mekanisme Syura dalam pengambilan keputusan. Ternyata, jika keputusan dibuat sendiri kelemahannya jauh lebih banyak. Tentu saja keputusan Majlis Syura bisa saja salah. Mereka bukan kumpulan malaikat dan nabi. Namun, jika Majlis Syura saja bisa salah, tentu kita yang sendirian lebih pantas untuk salah. Saya rasa, kearifan seperti ini perlu kita gunakan saat mengkritik PKS dengan keputusan-keputusan politiknya.
Keempat, mungkin ini pendapat agak asing, tapi bisa dipertanggungjawabkan. Dalam memilih pemimpin, aspek kesesuaian dengan syariah tidak hanya didasari alasan kesalehan orang yang kita pilih. Belum tentu orang yang lebih saleh itu, pasti lebih benar dalam memimpin (ini dengan memisalkan JK lebih saleh dari SBY). Imam Ahmad berkata, ”Seorang panglima yang saleh tapi tidak mengerti perang, kesalehannya hanya untuk dirinya dan ketidaktahuannya tentang perang berakibat fatal bagi umat Islam. Tapi, seorang panglima tidak saleh yang menguasai ilmu perang, ketidaksalehannya hanya siksa untuk dirinya sementara pengetahuan perangnya jadi maslahat bagi umat Islam”. Pendapat ini didukung pula oleh Ibn Taimiyah. Menurut keduanya, bisa jadi pemimpin yang kurang saleh lebih berhasil disamping pemimpin saleh tapi lemah dan tidak punya strategi (Ibn Taimiyah, al-Siyasah al-Syar’iyah, Beirut : Dar al-Afaq, 1983, cet.1, hal. 16-17). Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya Allah, akan memperkuat agama ini (meski) melalui tangan orang fajir (fajir: pelaku dosa, lawan dari saleh). (HR. Al-Bukhari, Kitab al-Maghazi, Bab Ghazwah Khaibar, no. 3882 dan Imam Ahmad, Musnad Abi Hurairah, hadits no. 7744).
Jadi, Imam Ahmad, Ibn Taimiyah, Imam al-Bukhari dan lain-lain telah menyimpulkan bahwa kemenangan dakwah bisa juga diperoleh melalui perantara orang-orang bukan shaleh dan fasik. Tentu, orang fajir dan fasik yang bagaimana dulu….tentu tidak boleh juga sembarangan, kan ? Dalam Sirah Nabawiyah, ada riwayat bahwa Rasulullah SAW meminta bantuan dan perlindungan pada pemimpin musyrik al-Muth’im bin ‘Adiy atau raja Kristen Najasyi, beliau juga berkoalisi dengan kabilah Khuzaah yang banyak dari mereka masih musyrik dan Rasulullah SAW berkoalisi dalam treaty dengan Yahudi kafir dalam piagam Madinah yang populer itu, atau meminta tolong pada Abdullah bin Uraiqith, penunjuk jalan yang masih musyrik saat berhijrah ke Madinah.
Meski begitu, pemimpin yang paling tepat adalah yang memiliki kesalehan dan kekuatan strategi sekaligus. Tapi, yang seperti ini menurut Ibn Taimiyah sangat jarang. Kadang dia saleh tapi dia terhalang oleh faktor luar untuk memberikan kepemimpinan yang benar. Maka, menurut beliau, pemilihan seorang pemimpin, harus mempertimbangkan aspek sekomprehensif mungkin, bukan hanya sisi pribadi dia sendiri.
Kelima, ditakdirkan JK lebih saleh dari SBY, kita bertanya, bagaimana dengan Golkar? Saya berpendapat, salah satu keuntungan Pemilu 2009 yang jelas adalah berhasil ”dihancurkannya” suara partai terbesar penyokong kerusakan di Indonesia yaitu PDIP dan Golkar. Kita tidak boleh lupa. Tahun 2008 pasca fenomena PKS di DKI, Depok, Jabar dan Sumut, untuk pertamakalinya PDIP dan Golkar duduk bersama menyatakan Deklarasi Palembang untuk membendung apa yang mereka sebut bahaya sinkretisme terhadap keutuhan NKRI. Orang terkejut untuk pertamakali PDIP-Golkar bisa duduk bersama, dan ternyata kepentingannya sama-sama hendak melawan Islam. Jadi, habisnya dua partai ini di tahun 2009 adalah prestasi yang harus kita syukuri.
Dengan kemenangan SBY di Pilpres mendatang, maka ”kehancuran” PDIP dan Golkar sebagai pilar korupsi dan mega-kejahatan Indonesia itu bisa makin ”disempurnakan”. Sebaliknya, kalau JK yang menang apa tidak mungkin Golkar mengkonsolidasikan kekuatan dan come back lagi? Saya bertanya-tanya, bagaimana kita bisa ”terbius” dengan ”kesederhanaan” dan ”kebersahajaan” JK-Wiranto untuk bersama-sama melupakan kejahatan Golkar? Jangan-jangan, kita terjebak dalam strategi mafia dan jaringan kroni Golkar dan kaum anti Islam melalui siasat kampanye tim sukses mereka? Saya kira, masalah Pilpres, tidak bisa disederhanakan dalam figur JK-Wiranto saja. Ini kalau kita menyepakati Golkar lebih bahaya dari Demokrat. Demokrat relatif jauh lebih rapuh, tidak memiliki basis massa yang permanen serta hanya bergantung pada figur SBY yang sudah pasti berakhir di 2014. Demokrat tak punya basis memadai untuk menjadi kekuatan besar dan tahan lama. Demokrat hingga kini tidak punya faktor yang diandalkan selain SBY bukan?
Keenam, bisa jadi JK lebih saleh, namun nyatanya ia memiliki satu kekurangan yang cukup fatal. Dia seorang yang lemah di tubuh Golkar sendiri. Dalam Pemilu kemarin, banyak suara yang menolak JK. Dalam Golkar sampai ada empat blok, selain JK, ada Sri Sultan, Akbar Tandjung dan Fadel Muhammad. Tiga orang ini sama-sama memiliki basis massa yang kuat dan mencoba langkah-langkah politik sendiri. Terlebih lagi, Akbar Tandjung berhasil mengumpulkan banyak wakil dari daerah dalam Mukernas Golkar dan mengajak boikot JK. Di koran Tempo diserukan agar JK berintrospeksi karena tidak mampu menjaga keutuhan Golkar. Golkar, diambang perpecahan serius dimasa kepemimpinan JK. Kondisi ini sangat berbahaya. Ternyata JK tidak mampu mengendalikan partainya. Kalau JK setuju Golkar melakukan konvensi capres seperti di tahun 2004, bisa jadi dia tidak terpilih sebagai capres karena sekarangpun dukungan atas pencapresan JK dilakukan sangat terakhir. Kelemahan JK ini akan mengakibatkan orang-orang partainya bertindak semau gue dalam menjalankan pemerintahan nanti. Maka koalisi dengan JK menjadi langkah yang sangat rawan karena kelemahan JK mengendalikan partainya. Dan kedepan, figur-figur selain JK akan menunggu untuk hadir di 2014. Ini berbeda dalam kasus Demokrat dan SBY.
Ketujuh, berbicara tentang klenik, saya kira Golkar sendiri tidak bersih dari klenik. Kita tahu, tokoh kunci Golkar yaitu Sri Sultan, mengkondisikan masyarakatnya melalui agenda keraton yang berkutat dengan kultur klenik dan khurafat yang dipelihara sistematis dan mengakar, bahkan menjadi cagar budaya. Di Batam, caleg-caleg nomor-jadi Golkar diisi orang-orang Kristen. Di Sumedang, ada caleg provinsi dari Golkar nomer jadi beragama Kristen yang dimana-mana menggunakan tambahan H didepannya supaya dikesankan Haji. Maka, kalau bisa, untuk mendukung atau menolak seorang pemimpin, sebaiknya tidak didasari oleh secuil kasus A disini dan fakta B disana sehingga yang muncul adalah fragmen yang tidak utuh karena fakta negatif bisa ada dimanapun. Kita membutuhkan informasi yang lengkap dan komprehensif.
Kedelapan, persoalannya bukan terletak pada berubah-ubahnya fatwa dan zig-zagnya suatu langkah politik. Persoalannya adalah, manakah keputusan yang benar? Langkah politik yang lempang tapi salah, tentu tidak kita inginkan. Para ulama menyepakati kaedah perubahan fatwa mengikuti perubahan kondisi dan sebabnya.. Zig-zag dan berubah-ubah itu tidak mengapa, asalkan itu benar. Perubahan strategi politik antara 2004 dan 2009 itu tidak mengapa jika memang itu benar dan dibutuhkan. Strategi politik tahun 2004, bukanlah seperti wahyu yang tidak boleh diubah. Saya yakin, di tahun 2014 nanti juga akan terjadi perubahan-perubahan strategi…
Masih banyak lagi alasan yang bisa diberikan mengenai mengapa tidak memilih JK. Diantaranya adalah SBY telah bersedia menerima kontrak politik yang berisi agenda-agenda dakwah seperti masalah pembebasan Palestina dan lain-lain. Memang, kelemahan-kelemahan ini sebagian juga ada di SBY. Namun di beberapa poin, SBY tidak seberat JK dengan Golkarnya.
Bagaimanapun SBY lebih aman dan menguntungkan untuk dipilih. Golkar memiliki tingkat bahaya yang lebih permanen dibanding Demokrat.
Meski begitu, harus diakui PKS juga punya kesalahan dan kelemahan. Selain itu, ada juga masalah teknis dan komunikasi. Makanya, saya tidak terkejut mendapati orang bingung melihat PKS masih di jalur dakwah atau bukan. Wajar, karena PKS bukan kumpulan malaikat dan nabi. Mereka adalah manusia-manusia. Adalah tidak manusiawi, jika kita tidak mau memahami kesalahan PKS. Namun, selama partai ini masih memelihara ribuan halaqah yang merumuskan dan merealisasikan berbagai agenda dakwah dan tarbawi, lebih dari satu juta kader terbina, ada agenda tatsqif, mabit dan katibah, punya Majlis Syura dan Dewan Syariah, struktur dakwah dan jamaahnya masih solid, tidak pecah dan terus bekerja, masih gegap memekikkan kata jihad, takbir dan kematian syahid, masih menangis dalam shalat malam berjamaah dan merasakan penderitaan rakyat Palestina, saya meyakini PKS tetap satu-satunya partai dakwah yang paling relevan di Indonesia . Kecuali, kalau itu semua sudah bubar dan tinggal kegiatan politiknya saja.
William Lidle, seorang Yahudi ahli Indonesia mengatakan di Metro-TV PKS adalah kekuatan Islam paling berbahaya. Baru-baru ini, terbit sebuah buku “Ilusi Negara Islam” oleh LibForAll. Disana ada Gus Dur, Musthafa Bishri dan Syafii Maarif. Isinya sangat menyudutkan PKS sebagai kaum ekstrim yang membahayakan NKRI. Di Singapore, Taufik Kiemas menyebut PKS sebagai metamorfosa kaum teroris menjadi partai yang legal. Belum lagi isu Wahabi, GAM dan lain-lain yang ditujukan pada PKS. Kaum anti Islam sedang panik melihat perkembangan Islam melalui PKS. Mereka takut fenomena Turki,
Mesir dan Palestina terjadi di Indonesia . Mereka jauh lebih takut PKS dibanding HTI, FPI, Salafy atau Majelis Mujahidin. Kenapa justru kita sebagai orang yang sadar dengan Islam malah hendak menyerang PKS?
Sudah cukup rasanya umat Islam merasakan perihnya perpecahan, kelemahan dan dikerjain orang lain. Biarlah kader-kader PKS lebih memilih suara qiyadah dan syura mereka. Janganlah kita menambah lebih banyak lagi syubhat dan kebingungan sehingga menyebabkan perpecahan dan kelemahan.
Semoga Allah melimpahi kita dan para pemimpin Islam dengan hidayah dan rahmat. Semoga Allah memelihara langkah kita dalam istiqamah. Amin.
Wallah A’lam bis-Shawab. Wassalamualaikum